Tuesday, May 16, 2017

Gunung bukan untuk di taklukan

Aku pergi Mendaki gunung bukan untuk menaklukannya tetapi.............

Sedikit sekali orang yang bisa memahami keadaan seseorang atau keadaan sekitarnya, jika ia tidak terjun langsung atau mengalami apa yang dirasakan seseorang dalam kehidupannya.
Pencinta Alam atau biasa disebut PA, itulah yang pertama kali orang katakan saat melihat sekelompok orang – orang ini. Dengan ransel serat beban, topi rimba, baju lapangan, dan sepatu gunung yang dekil bercampur lumpur, membuat mereka kelihatan gagah. Hanya sebagian saja yang menatap mereka dengan mata berbinar menyiratkan kekaguman, sementara mayoritas lainnya lebih banyak menyumbangkan cibiran, bingung, malah bukan mustahil kata sinis yang keluar dari mulut mereka, sambil berkata dalam hatinya, “Ngapain cape – cape naik Gunung. Nyampe ke puncak, turun lagi…mana di sana dingin lagi, hi…!!!!!!!”
Tapi tengoklah ketika mereka memberanikan diri bersatu dengan alam dan dididik oleh alam. Mandiri, rasa percaya diri yang penuh, kuat dan mantap mengalir dalam jiwa mereka. Adrenaline yang normal seketika menjadi naik hanya untuk menjawab golongan mayoritas yang tak henti – hentinya mencibir mereka. Dan begitu segalanya terjadi, tak ada lagi yang bisa berkata bahwa mereka adalah pembual !!!!!
Peduli pada alam membuat siapapun akan lebih peduli pada saudaranya, tetangganya, bahkan musuhnya sendiri. Menghargai dan meyakini kebesaran Tuhan, menyayangi sesama dan percaya pada diri sendiri, itulah kunci yang dimiliki oleh orang – orang yang kerap disebut petualang ini. Mendaki gunung bukan berarti menaklukan alam, tapi lebih utama adalah menaklukan diri sendiri dari keegoisan pribadi. Mendaki gunung adalah kebersamaan, persaudaraan, dan saling ketergantungan antar sesama.
Dan menjadi salah satu dari mereka bukanlah hal yang mudah. Terlebih lagi pandangan masyarakat yang berpikiran negative terhadap dampak dari kegiatan ini. Apalagi mereka sudah menyinggung soal kematian yang memang tampaknya lebih dekat pada orang – orang yang terjun di alam bebas ini. “Mati muda yang sia – sia.” Begitu komentar mereka saat mendengar atau membaca anak muda yang tewas di gunung. Padahal soal hidup dan mati, di gunung hanyalah satu dari sekian alternative dari suratan takdir. Tidak di gunung pun, kalau mau mati ya matilah…!!!
Kalau selamanya kita harus takut pada kematian, mungkin kita tidak akan mengenal Columbus penemu Benua Amerika.

Di ketinggian gunung kaki berpijak, di sanalah tempat yang paling damai dan abadi. Dekat dengan Tuhan dan keyakinan diri yang kuat. Saat kaki menginjak ketinggian, tanpa sadar kita hanya bisa berucap bahwa alam memang telah menjawab kebesaran Tuhan. “Aku pergi Mendaki gunung bukan untuk menaklukannya ,tetapi aku mendaki gunung untuk mengenal kebesaran Sang PenciptaNya,dan gunung itu telah menjawabnya”.

Di sanalah pembuktian diri dari suatu pribadi yang egois dan manja, menjadi seorang yang mandiri dan percaya pada kemampuan diri sendiri. Rasa takut, cemas, gusar, gundah, dan homesick memang ada, tapi itu dihadapkan pada kokohnya sebuah gunung yang tak mengenal apa itu rasa yang menghinggapi seorang anak manusia. Gunung itu memang curam, tapi ia lembut. Gunung itu memang terjal, tapi ia ramah dengan membiarkan tubuhnya diinjak – injak. Ada banyak luka di tangan, ada kelelahan di kaki, ada rasa haus yang menggayut di kerongkongan, ada tanjakan yang seperti tak ada habis – habisnya. Namun semuanya itu menjadi tak sepadan dan tak ada artinya sama sekali saat kaki menginjak ketinggian. Puncak gunung menjadi puncak dari segala puncak. Puncak rasa cemas, puncak kelelahan, dan puncak rasa haus, tapi kemudian semua rasa itu lenyap bersama tirisnya angin pegunungan.
Lukisan kehidupan pagi Sang Maha Pencipta di puncak gunung tidak bisa diucapkan oleh kata – kata. Semuanya cuma tertoreh dalam jiwa, dalam hati. Usai menikmati sebuah perjuangan untuk mengalahkan diri sendiri sekaligus menumbuhkan percaya diri, rasanya sedikit mengangkat dagu masih sah – sah saja. Hanya jangan terus – terusan mengangkat dagu, karena walau bagaimanapun, gunung itu masih tetap kokoh di tempatnya. Tetap menjadi paku bumi, bersahaja, dan gagah. Sementara manusia akan kembali ke urat akar di mana dia hidup.
Ya, menghargai hidup adalah salah satu hasil yang diperoleh dalam mendaki gunung. Betapa hidup itu mahal. Betapa hidup itu ternyata terdiri dari berbagai pilihan, di mana kita harus mampu memilihnya meski dalam kondisi terdesak. Satu kali mendaki, satu kali pula kita menghargai hidup. Dua kali mendaki, dua kali kita mampu menghargai hidup. Tiga kali, empat kali, ratusan bahkan ribuan kali kita mendaki, maka sejumlah itu pula kita menghargai hidup.
Hanya seorang yang bergelut dengan alamlah yang mengerti dan paham, bagaimana rasanya mengendalikan diri dalam ketertekanan mental dan fisik, juga bagaimana alam berubah menjadi seorang bunda yang tidak henti – hentinya memberikan rasa kasih sayangnya.
Kalau golongan mayoritas masih terus saja berpendapat minor soal kegiatan mereka, maka biarkan sajalah. Karena siapapun orangnya yang berpendapat bahwa kegiatan ini hanya mengantarkan nyawa saja, bahwa kegiatan ini hanya sia – sia belaka, tidak ada yang menaifkan hal ini. Mereka cuma tak paham bahwa ada satu cara di mana mereka tidak bisa merasakan seperti yang dirasakan oleh para petualang ini, yaitu kemenangan saat kaki tiba pada ketinggian. Coba deh….!!!!!!!!

Thursday, May 11, 2017

titi gantung putus

Sebuah jembatan putus seling nya , hingga  terjadi kecelakaan dan menenggelamkan satu unit sepeda motor , lokasi Daerah simp 3 mopoli tu , belok kiri sebelum titi simp 3 mopoli. menurut nara sumber zulfan hidayat salah satu seling penyanggah jembatan putus . hingga titi gantung menjadi oleng .

Wednesday, May 3, 2017

HARIMAU dalam Hari - hari mu

etrotvnews.com, Aceh Tamiang: Keberadaan harimau liar meresahkan warga Desa Wonosari, Kecamatan Timiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh. Harimau Sumatera liar itu masuk ke permukiman untuk mencari makan.

Seekor sapi milik warga sudah menjadi korban. Warga jadi tenang saat beraktifitas di sawah atau kebun yang berbatasan dengan hutan.
Baca Juga :
Dua Bayi Harimau Lahir di Taman Harimau Siberia Tiongkok
Turis Rusia Ditemukan Tewas Diserang Buaya di Papua
Seekor Hiu Tutul Raksasa Terperangkap Jaring Nelayan
Brandconnect5 Camilan Sehat di Kantor yang Tak Membuat Anda Gemuk
"Bekas tapak kaki harimau banyak didapati di kawasan perlebunan dan sekitar pinggiran hutan," kata Akhi, warga setempat, Selasa 2 Mei 2017.

Warga khawatir, jika nantinya tidak hanya hewan ternak yang dimangsa. Mereka berharap pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) secepatnya mencari solusi.

"Ini bahaya sekali, apalagi telah berkeliaran di sekitar kita dan sudah sempat mangsa sapi piaraan," tambah Akhi.

Monday, May 1, 2017

MAY DAY in BERLIN

Warga Jerman yang mendukung petani Kendeng menolak HeidelbergCement bergabung dalam aksi Hari Buruh Internasional di Berlin, bersama Gunarti yang mewakili petani Pati, Jawa Tengah.

Pada poster utama tertulis: "HeidelbergCement, Raus Aus Kendeng" (HeidelbergCement, Keluar dari Kendeng).

(note: Sempatkan melihat semua foto, karena foto terpenting saya letakkan paling akhir).
copas FB: Dandhy Dwi Laksono.
#TOLAKPABRIKSEMEN #KENDENGLESTARI #PATIBUMIMINATANI #tolakindocemen