Sebabkan Pencemaran Parah, Jepang Diminta Hentikan Ekspor Merkuri ke Indonesia
Jepang dinilai mengekspor bencana terhadap lingkungan
dan manusia lewat ekspor merkuri yang mereka lakukan ke sejumlah negara
di Asia Tenggara, termasuk ke Indonesia. Hal ini diungkapkan oleh Yuyun
Ismawati, dari LSM Bali Fokus di sela simposium pembuka sebelum
digelarnya konferensi internasional tentang
bencana Minamata berjudul “Minamata Convention on Mercury” yang akan
dibuka tanggal 9 Oktober 2013. Yuyun menyatakan bahwa kondisi
pencemaran merkuri terhadap lingkungan di Indonesia saat ini sudah
mencapai taraf mengkhawatirkan.
Pada praktek di lapangan masih
menurut Yuyun kepada harian berbahasa Jepang, Asahi Shimbun, ekspor
merkuri yang dilakukan oleh Jepang ke Singapura seringkali dijual di
pasar gelap ke wilayah Indonesia untuk keperluan pertambangan rakyat
yang sangat membahayakan lingkungan dan sumber air bagi manusia.
Setiap tahun Jepang mengekspor sekitar 100 hingga 150 ton merkuri ke
Singapura dan Hong Kong selama lima tahun terakhir. Namun pada
kenyataannya permintaan bahan metal cair di kedua negara tersebut sangat
rendah. Singapura diduga hanya menjadi pelabuhan sementara bagi
masuknya merkuri ke Indonesia.
Menurut data yang dimilikinya Yuyun
mengatakan, pada tahun 2010, sekitar 280 ton merkuri telah diekspor dari
Singapura ke Indonesia. Namun menurut catatan pejabat resmi pemerintah,
hanya sekitar 2 ton merkuri yang diimpor dari Singapura ke Indonesia
tahun tersebut. “Merkuri diimpor secara ilegal ke Indonesia dari
negara-negara mau seperti Jepang, melalui perantara negara ketiga dan
digunakan disana,” ungkap Yuyun Ismawati kepada Asahi Shimbun.
Bahan
metal cair bernama merkuri ini digunakan sebagai campuran dalam
pertambangan emas rakyat untuk membersihkan dan memurnikan emas. Namun
penggunaan merkuri, sangat membahayakan bagi lingkungan karena limbah
metal cair untuk memebersihkan emas ini seringkali dibuang sembarangan
ke sumber air dan muara, yang mengakibatkan kontaminasi racun berbahaya
bagi spesies-spesies ikan yang menjadi sumber protein bagi manusia.
Merkuri sendiri membahayakan manusia karena paparan dalam jumlah besar
dan waktu yang panjang akan melemahkan koordinasi kerja syaraf tubuh dan
mengakibatkan komplikasi munculnya penyakit lainnya.
Menurut
laporan dari United Nations Environmental Programme (UNEP) berjudul
Mercury, Time to Act, menemukan bahwa merkuri hasil kontribusi manusia
di permukaan laut sampai sedalam 100 meter di lautan dunia telah
mencapai dua kali lipat dalam seratus tahun terakhir. Dalam laporan ini,
UNEP juga menyatakan bahwa sebagian Afrika, Asia dan Amerika Selatan
bisa terjadi kenaikan emisi merkuri di lingkungan mereka terutama yang
diakibatkan oleh pertambangan emas skala kecil dan pembakaran batubara
untuk listrik. Di Indonesia sendiri ada sekitar 800 titik di 22 propinsi
yang menjadi sumber pencemaran merkuri akibat pertambangan emas skala
kecil atau ASGM (artisanal and small-scale gold mining).
Kontaminasi
terhadap manusia juga tak kalah mengerikan, dari 20 orang yang bekerja
di pertambangan emas tanpa izin dan telah menjalani uji kontaminasi
merkuri, 19 diantaranya berada dalam kondisi tercemar merkuri dalam
level berbahaya.
Di seluruh wilayah Indonesia dan dimanapun di
belahan dunia ketiga, pertambangan berskala kecil terus bertambah dalam
satu dekade terakhir, seiring dengan melonjaknya harga emas. Para ahli
mengatakan bahwa saat ini ada sekitar 250.000 petambang -dan sekitar 1
juta orang pekerja lainnya terlibat dalam proses ini, di setiap pulau di
negeri ini. Menurut perkiraan, mereka secara kolektif bisa memproduksi
sekitar 60 ton emas setiap tahun, bandingkan dengan jumlah ekspor emas
Indonesia secara resmi yang berjumlah 100 ton per tahun.
Penggunaan
merkuri dalam pertambangan tak berizin ini adalah hal ilegal. Namun
beberapa wilayah di Indonesia kini mengandung kontaminasi merkuri
tertinggi di dunia: mencapai 1000 miligram per kilogram tanah, menurut
Chris Anderson seorang pakar yang melakukan mitigasi masalah ini.
Kasus terparah akibat kontaminasi merkuri di abad ini adalah Tragedi
Minamata yang terjadi di kota Minamata, Prefektur Kumamoto, Jepang pada
tahun 1956 yang disebabkan oleh limbah pabrik PT Chisso yang memproduksi
berbagai produk kimia yang mengandung merkuri dibuang ke teluk di kota
tersebut dan meracuni ikan yang menjadi sumber protein warga. Antara 200
hingga 600 ton merkuri dibuang ke Teluk Minamata antara tahun 1932
hingga 1960-an. Akibatnya, tak hanya tewas, warga setempat juga
mengalami berbagai penyakit gangguan syaraf akibat serangan metil
merkuri dalam kadar tinggi.
No comments:
Post a Comment